BANYAK yang menangis karena lapar,banyak yang merintih karena kesusahannya.Tapi, banyak juga dari kita yang menangis lantaran tawa yang tak tertahankan dan merintih lantaran kekenyangan.
Berikut kisah keteladanan Rasulullah :
Di satu Hari Raya, Rasulullah Muhammad shalla ‘alaih terlambat datang memimpin salat sunah Idul Fitri. Sahabat bertanya-tanya gerangan apa yang menunda kedatangan Rasul. Rupanya di perjalanan, Rasul melihat ada seorang anak yang sedang menangis, tak berpakaian, dan kelaparan, ternyata anak itu sudah tidak memiliki orangtua lagi. Lalu Rasulullah membelai anak yatim tersebut, menyapanya lembut dengan ulurantangannya, dan memenuhi kebutuhannya. Inilah yang membuat Rasulullah terlambat.
Kisah Rasul memang sarat kisah-kisah kepedulian, kisah-kisah kasih sayang terhadap sesama. Begitu juga dengan para sahabat Rasul yaitu Umar bin Khattab, khalifah kedua yang perkasa, beliau rela memanggul sendiri gandum untuk diberikan kepada salah satu keluarga miskin. Keluarga ini ia dapati sedang menanak tungku kosong, hanya untuk menghibur hati anaknya yang menangis lantaran lapar. Lalu,bertanyalah kepada diri kita,
• Sudah berapa lamakah kita tidak membelai kepala anak-anak yatim dan kita gembirakan hatinya? Atau jangan-jangan tidak pernah.
• Sudah berapa lamakah kita tidak mengetuk pintu tetangga yang kita tahu ia sedang kesusahan? Atau jangan-jangan malah tidak pernah kita bukakan pintu ketika ia mengetuknya.
•Sudah berapa lamakah kita tidak tengok saudara kita yang kondisi sosial ekonominya membutuhkan uluran tangan kita?
• Adakah kita menikmati durian sendirian dan menyisakan hanya wanginya untuk tetangga?
• Adakah kita berpesta, sementara tetangga yang miskin kita lewatkan tak kita undang?
• Adakah rumah kita menantang langit,sementara rumah orangtua kita,dari dulu sejak kita kecil hingga kita kaya,begitu-begitu saja?
• Ketika kita gajian, pernahkah berpikir, siapa yang bakal kita santuni? Atau jangan-jangan lebih banyak berpikir,bersenang-senang ke mana nih?
• Ketika makan dengan enaknya, pernah nggak sedikit berpikir,hmmm… pasti ada yang tidak bisa enak makan; baik karena tidak ada makanannya ataupun kondisinya sedang sakit.Lalu,setelah kita dapati satu dua nama yang sedang kesusahan tersebut, kita tengok ia dan kita santuni.
• Ketika kaki ini begitu bebas diayunkan ke mana langkah akan dijejakkan, pernah nggak berpikir ada saudara-saudara kita yang sedang ditahan yang juga butuh uluran semangat dan bantuan dari kita?
• dan seterusnya,dan seterusnya. Tanyakan,tanyakan kepada diri kita,apa yang sudah kita lakukan ketika Allah memberikan kepada kita kenikmatan, yang dengannya kita diminta untuk berbagi? Kalau pertanyaan ini kita jawab dengan jawaban bahwa kita tidak pernah menunjukkan kepedulian, perhatian, dan kasih sayang kepada sesama,saatnyalah kita peduli,saatnyalah kita untuk berbagi.
Sebelum semua yang di genggaman kita diambil Allah kembali. Sejalan dengan hal ini, Luqman mengingat kalimat yang diucapkan Kiai Ahmad Kosasih di salah satu taklim di Sekolah Daarul Qur’an Internasional. Katanya,“…
Kalau kita tidak mau berbagi,kalau kita tidak mau peduli terhadap rintihan dan penderitaan orang lain, tunggulah… Tunggu hingga saatnya kesusahan dipergilirkan di kehidupan kita.Saat itu kita sendiri yang akan menangis dan merintih memanggil nama Allah agar Dia mau peduli terhadap kita.”
“Barang siapa yang ingin diangkat segala kesusahannya, hendaknya ia meringankan kesusahan sesama.” (Al Hadis). *** Lama sekali kepedulian menghilang dari ingatan hamba,begitu juga dengan sifat kasih sayang kepada sesama.
Itu karena hamba telah menjadi manusia-manusia serakah yang lebih mementingkan urusan perut diri sendiri. Lalu, masih layakkah hamba menjadi ‘abid- Mu, sedangkan Engkau Maha Pengasih? Masih layakkah hamba menjadi ‘abid-Mu, sedangkan Engkau Maha Peduli? Bila Engkau berkenan untuk menjadikan hamba bagian dari hamba-hamba-Mu yang saleh, jadikan hamba orang-orang yang memiliki kepedulian dan kasih sayang kepada sesama. (*)(sumber : Koran Sindo)
Berikut kisah keteladanan Rasulullah :
Di satu Hari Raya, Rasulullah Muhammad shalla ‘alaih terlambat datang memimpin salat sunah Idul Fitri. Sahabat bertanya-tanya gerangan apa yang menunda kedatangan Rasul. Rupanya di perjalanan, Rasul melihat ada seorang anak yang sedang menangis, tak berpakaian, dan kelaparan, ternyata anak itu sudah tidak memiliki orangtua lagi. Lalu Rasulullah membelai anak yatim tersebut, menyapanya lembut dengan ulurantangannya, dan memenuhi kebutuhannya. Inilah yang membuat Rasulullah terlambat.
Kisah Rasul memang sarat kisah-kisah kepedulian, kisah-kisah kasih sayang terhadap sesama. Begitu juga dengan para sahabat Rasul yaitu Umar bin Khattab, khalifah kedua yang perkasa, beliau rela memanggul sendiri gandum untuk diberikan kepada salah satu keluarga miskin. Keluarga ini ia dapati sedang menanak tungku kosong, hanya untuk menghibur hati anaknya yang menangis lantaran lapar. Lalu,bertanyalah kepada diri kita,
• Sudah berapa lamakah kita tidak membelai kepala anak-anak yatim dan kita gembirakan hatinya? Atau jangan-jangan tidak pernah.
• Sudah berapa lamakah kita tidak mengetuk pintu tetangga yang kita tahu ia sedang kesusahan? Atau jangan-jangan malah tidak pernah kita bukakan pintu ketika ia mengetuknya.
•Sudah berapa lamakah kita tidak tengok saudara kita yang kondisi sosial ekonominya membutuhkan uluran tangan kita?
• Adakah kita menikmati durian sendirian dan menyisakan hanya wanginya untuk tetangga?
• Adakah kita berpesta, sementara tetangga yang miskin kita lewatkan tak kita undang?
• Adakah rumah kita menantang langit,sementara rumah orangtua kita,dari dulu sejak kita kecil hingga kita kaya,begitu-begitu saja?
• Ketika kita gajian, pernahkah berpikir, siapa yang bakal kita santuni? Atau jangan-jangan lebih banyak berpikir,bersenang-senang ke mana nih?
• Ketika makan dengan enaknya, pernah nggak sedikit berpikir,hmmm… pasti ada yang tidak bisa enak makan; baik karena tidak ada makanannya ataupun kondisinya sedang sakit.Lalu,setelah kita dapati satu dua nama yang sedang kesusahan tersebut, kita tengok ia dan kita santuni.
• Ketika kaki ini begitu bebas diayunkan ke mana langkah akan dijejakkan, pernah nggak berpikir ada saudara-saudara kita yang sedang ditahan yang juga butuh uluran semangat dan bantuan dari kita?
• dan seterusnya,dan seterusnya. Tanyakan,tanyakan kepada diri kita,apa yang sudah kita lakukan ketika Allah memberikan kepada kita kenikmatan, yang dengannya kita diminta untuk berbagi? Kalau pertanyaan ini kita jawab dengan jawaban bahwa kita tidak pernah menunjukkan kepedulian, perhatian, dan kasih sayang kepada sesama,saatnyalah kita peduli,saatnyalah kita untuk berbagi.
Sebelum semua yang di genggaman kita diambil Allah kembali. Sejalan dengan hal ini, Luqman mengingat kalimat yang diucapkan Kiai Ahmad Kosasih di salah satu taklim di Sekolah Daarul Qur’an Internasional. Katanya,“…
Kalau kita tidak mau berbagi,kalau kita tidak mau peduli terhadap rintihan dan penderitaan orang lain, tunggulah… Tunggu hingga saatnya kesusahan dipergilirkan di kehidupan kita.Saat itu kita sendiri yang akan menangis dan merintih memanggil nama Allah agar Dia mau peduli terhadap kita.”
“Barang siapa yang ingin diangkat segala kesusahannya, hendaknya ia meringankan kesusahan sesama.” (Al Hadis). *** Lama sekali kepedulian menghilang dari ingatan hamba,begitu juga dengan sifat kasih sayang kepada sesama.
Itu karena hamba telah menjadi manusia-manusia serakah yang lebih mementingkan urusan perut diri sendiri. Lalu, masih layakkah hamba menjadi ‘abid- Mu, sedangkan Engkau Maha Pengasih? Masih layakkah hamba menjadi ‘abid-Mu, sedangkan Engkau Maha Peduli? Bila Engkau berkenan untuk menjadikan hamba bagian dari hamba-hamba-Mu yang saleh, jadikan hamba orang-orang yang memiliki kepedulian dan kasih sayang kepada sesama. (*)(sumber : Koran Sindo)