PENGURUS YAYASAN

KETUA : ANDRIADY INDRA
BENDAHARA : HERU SALEH

DIR EDUCATION & TRAINING : PRIYALINOV
Pjs DIR SOCIAL & DA'WAH : PRIYALINOV


BANK : BSM a/n YAYASAN ALDIIN SPIRIT ALAMIYAH
NOREK : 129.000240.0
Tampilkan postingan dengan label WAWASAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WAWASAN. Tampilkan semua postingan

25 Agustus, 2008

MENGUNDANG CAMPUR TANGAN ALLAH SWT

.
Apakah yang harus kita lakukan untuk mengundang campur tangan dari Yang Maha Kuasa ke dalam upaya-upaya kita untuk mencapai kesejahteraan dan kecemerlangan hidup?
.......
Kesejahteraan sedang menunggu kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang pantas untuk disejahterakan
.

Sebagian orang tidak pernah memikirkan kesejahteraan yang telah menjadi hak kelahirannya. Sebagian lagi tidak melihat perlunya mengupayakan apa pun di atas dari yang bisa diupayakannya dengan santai.

Sebagian lagi tidak mengupayakan yang lebih dari yang sesuai dengan bayaran yang sedang diterimanya. Sebagian lagi menolak untuk berupaya lebih, karena tidak ada jaminan bahwa dia akan mendapatkan lebih.

Tetapi, sebagian yang jumlahnya tidak sedikit itu – merasa berhak untuk mendapatkan perlakuan yang menyejahterakan mereka – seolah-olah tidak ada hubungan antara kualitas hidup dengan kualitas kontribusi mereka kepada kehidupan.

Seandainya mereka mengetahui bahwa kualitas kontribusi mereka kepada kehidupan orang lain adalah penentu kualitas kehidupan mereka.
Sebenarnya, kesejahteraan sedang menunggu kita.

Kesejahteraan sedang menunggu kita untuk menghampirinya dengan kesederhanaan – karena tugasnya lah untuk menghiasi diri kita dengan kesederhanaan yang tidak sederhana dampaknya.
Kesejahteraan sedang menunggu kita untuk datang dengan semua keluhan dan keraguan kita – karena keinginannya lah agar kita jujur dengan kesadaran bahwa kita juga berperan dalam penciptaan kesulitan-kesulitan kita sendiri.
Kesejahteraan sedang menunggu kita untuk menjadi pribadi yang berserah kepada yang benar, agar mudah baginya untuk membahagiakan kita di dalam kesejahteraan.
Maka, apakah yang sedang Anda lakukan untuk tidak memperpanjang penantian kesejahteraan Anda?
.
Waktu.

Bila kita bersaksi untuk sesuatu yang sangat penting, kita mengawali kalimat ketulusan kita dengan: "Demi Allah SWT, …"
Lalu, mengapakah kira-kira Allah SWT menggunakan kata-kata: "Demi masa …"?

Waktu itu penting, karena hidup ini diukur dalam penggalan waktu, dan bahwa nilai kehidupan kita ditentukan oleh nilai yang kita bangun di dalam penggalan-penggalan waktu dalam kehidupan kita.

Tetapi akan ada saja pribadi yang sebetulnya masih membutuhkan banyak pertolongan – tetapi yang menyia-nyiakan waktu. Bila Allah SWT sendiri demikian menghormati waktu, kira-kira sepenting apakah yang dia pikirkan dirinya itu - sehingga dia bisa merasa lebih berkuasa untuk mengabaikan waktu?

Waktu tidak berjalan sama cepatnya bagi setiap orang.

Bagi orang yang menyia-nyiakan waktu – waktu berjalan lambat. Tetapi yang sedikit disadari orang adalah kenyataan bahwa waktu yang berjalan lambat itu adalah waktu yang pendek – yang menghasilkan sedikit.
Bagi Anda yang menghargai waktu – waktu berjalan cepat. Dan, yang harus Anda syukuri adalah keajaiban bahwa waktu yang berjalan cepat itu adalah waktu yang panjang – yang menghasilkan banyak.
Itu sebabnya, dua orang yang memiliki penghormatan yang berbeda terhadap waktu – akan bertemu pada usia yang sama, tetapi saling memandang kepada satu sama lain dari ketinggian yang berbeda.

Bila Allah SWT berkenan, Beliau akan menjadikan kita apa pun yang kita mohonkan dari Beliau.

Sebetulnya apa pun yang kita kerjakan atau yang tidak kita kerjakan – tidak membatasi kewenangan Allah SWT untuk menjadikan kita sebagai apa pun yang kita idamkan.

Tetapi, Allah SWT telah menetapkan bahwa dia yang berupaya bagi kebaikan hidupnya – berhak bagi peningkatan kualitas hidup. Beliau Maha Menepati Janji, karena bahkan orang-orang yang mengupayakan kekayaan dengan cara-cara yang tidak direstui Allah SWT pun – akan diijinkan-Nya berhasil, meskipun hanya untuk masa yang terukur.

Jadi, bukan pekerjaannya saja yang penting, tetapi terutama niatan dan kualitas dari pengerjaannya yang harus mengundang perkenan Allah SWT.
Karena, bila telah Allah SWT berkenan dengan yang Anda kerjakan – Anda bisa-bisa akan jadinya menyayangkan kecilnya permintaan Anda.

Bila niatan dan kualitas dari pengerjaan dari pekerjaan Anda adalah yang berada dalam ruang kecintaan Allah SWT, Anda seyogyanya memohon yang terbesar dari yang bisa Anda mohonkan kepada Beliau. Bayangkan berapa banyak saudara kita yang bisa terbantu dengan besarnya perkenan Allah SWT atas permohonan Anda?

Lalu,
Apakah yang harus kita lakukan untuk mengundang campur tangan dari Beliau Yang Maha Kuasa ke dalam upaya-upaya kita untuk mencapai kesejahteraan dan kecemerlangan hidup?

Berikut adalah tiga langkah utama untuk mengundang campur tangan Allah SWT kedalam upaya-upaya kita untuk mencapai kesejahteraan dan kecemerlangan hidup yang telah lama mengambang di dalam impian tidur dan impian kesadaran kita.

Yang pertama,

Mengkekasihkan diri kepada Allah SWT.
Allah SWT mengasihi semua ciptaan Beliau dengan kasih sayang yang adil.
Ingatlah itu, … kasih sayang yang adil dari Yang Maha Adil; yaitu kasih sayang yang menjadi lebih bila kita menjadi yang lebih; tetapi tidak berkurang saat kita menjadi yang kurang.
Bukankah kasih sayang Beliau untuk mengembalikan orang ke jalan yang benar – tetap setia menemani mereka yang sedang tersesat atau yang sedang menyesatkan diri di jalan-jalan yang gelap?

Sehingga, bila kita berupaya keras untuk melakukan semua hal yang dimintakan-Nya dari kita, dan berupaya lebih keras lagi untuk menghindari yang tidak Beliau restui, dan bila semua itu kita lakukan dengan lebih bersungguh-sungguh dari yang dilakukan oleh kebanyakan orang, apakah mengherankan bila kita menerima perlakuan yang berbeda dari yang kebanyakan?
Bukankah hanya adil – bila dia yang melebihkan - diperlakukan dengan lebih?
Kita yang menjadikan diri kita kecintaan Allah SWT, akan menerima perwujudan dari kasih sayang Beliau – bahkan untuk kebaikan dan kemuliaan yang tidak kita sadari dapat kita mohonkan dari Beliau.

Apakah merayu Allah SWT seperti itu adalah perilaku mencintai yang berpamrih?
Ya. Tetapi itu adalah pamrih yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk kita harapkan hanya dari Beliau. Apakah pamrih seperti itu dapat disamakan dengan pamrih antar manusia?
Bila seandainya Allah SWT tidak memerintahkan kita untuk memohon dan hanya memohon kepada Nya, maka mungkin ada niatan yang tidak mulia dalam perilaku mengkekasihkan diri kepada Allah SWT.

Kita memulai apa pun, berada dalam proses apa pun, dan sampai pada akhir dari apa pun – selalu dengan nama Allah SWT, untuk Allah SWT, dan karena Allah SWT.
Lalu perilaku mencintai apa kah yang bisa dibandingkan dengan keberserahan seperti itu, bila bukan perilaku indah dari Anda yang mengkekasihkan diri kepada Allah SWT?

Yang kedua,

Menugaskan diri untuk mengupayakan kecemerlangan hidup bagi orang lain sebagai cara untuk membangun kecemerlangan hidup kita.

Alasan utama dari kesulitan orang untuk mendapatkan pekerjaan adalah karena mereka tidak mencari pekerjaan, tetapi mencari uang.
Seandainya mereka berhenti mencari uang, dan mulai mencari kesempatan untuk melayani kebuAllah SWT orang lain untuk membangun kehidupan yang lebih baik, mereka akan selalu menemukan pekerjaan.

Bagaimana dengan bayarannya?
Bila Anda kekasih Allah SWT, akan mudah bagi Anda untuk menjawab bahwa: "Sesungguhnya upahku dari Allah SWTku …"

Mengapa?

Bukankah tidak ada kekuatan yang bisa ada dan berdampak bagi perubahan apa pun kecuali dengan ijin Allah SWT?
Bukankah jelas bagi kita sekarang, bahwa bahkan gaji dan pendapatan dari orang-orang yang tidak menghormati Allah SWT pun – berada dalam persetujuan Allah SWT?

Lalu apakah yang membuat Anda bisa merasa bahwa uang yang Anda terima itu terlepas dari pengetahuan dan ijin beliau?
Apakah itu sebabnya Anda marah kepada manusia atas ketidak-puasan Anda atas jumlah pendapatan yang sebetulnya telah ditetapkan oleh Allah SWT?

Bukankah sebaliknya, Anda seharusnya bersimpuh santun dan berbincang penuh kasih dan kejujuran dengan Allah SWT - untuk menerima pengertian mengapa Beliau baru menyetujui jumlah yang belum sesuai bagi kebutuhan Anda?

Pasti ada alasan bagi segala sesuatu.
Pasti ada alasan mengapa kita belum mencapai yang kita inginkan.
Pasti ada nilai yang disyaratkan bagi nilai yang kita mohonkan dari Allah SWT; dan sadarkah Anda bahwa nilai itu adalah kegunaan kita bagi orang lain?
Bukankah ada tempat-tempat yang khusus bagi dia yang mengkhususkan dirinya bagi kebaikan kehidupan orang lain?

Yang ketiga,

Memberanikan diri untuk mengambil sebuah pekerjaan yang lebih besar dari kemampuan diri untuk melaksanakannya.
Karena, ketahuilah bahwa pekerjaan-pekerjaan besar yang berani adalah pengundang keajaiban.

Perhatikanlah bahwa bukan jenis dan ukuran dari pekerjaannya yang mengundang keajaiban, tetapi keberanian untuk menugaskan diri untuk pekerjaan-pekerjaan besar yang menyumbangkan peningkatan kualitas hidup bagi orang banyak.

Keberanian adalah kesungguhan untuk mengalahkan keraguan dan ketakutan untuk melakukan sesuatu – karena rasa tanggung-jawab yang besar untuk mendatangkan kebaikan bagi kehidupan orang banyak.

Bila ukuran dari yang kita tugaskan kepada diri sendiri adalah sesuatu yang kecil, Allah SWT cukup menyerahkan tugas untuk membantu kita kepada orang-orang yang sedikit lebih besar.
Bila tugas yang kita ambil itu cukup besar, kita akan didekatkan dan disahabatkan dengan orang-orang besar yang bisa membantu kita.

Dan bila tugas yang kita ambil itu lebih besar dari kemampuan kita dan kemampuan dari semua orang yang bisa membantu kita – Allah SWT Yang Maha Perkasa akan mengambil alih sebagian besar dari beban kita, dan menjadikan kita lebih besar dari ukuran kemanusiaan kita.

.......

Seyogyanya sekarang – tidak ada lagi keraguan bahwa tidak ada niat Allah SWT kecuali memuliakan kita.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Priyalinov

18 Agustus, 2008

ILMU PEMBERSIH HATI

Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii. dengan do'a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermanfaat.

Apakah hakikat ilmu yang bermanfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermanfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.

Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermanfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."

Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] : 109).

Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!

Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada manusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.

Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.

Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.

Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.

Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.
Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.

Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.

Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.

Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?

Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya
.
Wassalamu'alaikum WW
Andriady Indra
Ketua Yayasan ASA

13 Agustus, 2008

RAIHLAH ILMU


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Andriady Indra
Ketua Yayasan ASA